Rabu, 21 Mei 2008

TANGGAPAN ATAS TUDUHAN TENTANG INKARNASI YESUS KRISTUS


Sumber : sarapanpagi.org


Maka dalam pembahasan kali ini, mari kita pelajari tuduhan-tuduhan yang keliru tentang kelahiran (inkarnasi) Yesus Kristus yang banyak diterjemahkan secara melenceng dari misi Allah dalam melaksanakan karyaNya yang Agung yaitu menyelamatkan manusia dari dosa.



BERITA GABRIEL YANG “MUSTAHIL”, SEHINGGA PERLU DILURUSKAN?


Seperti halnya asal setiap kehidupan, terlebih lagi pemunculan Yesus ke dunia tidak bisa dicerna oleh sains!.
KedatanganNya bukanlah hasil hubungan fisik/biologis antar sepasan pria dan wanita. Allah meminjam rahim seorang perawan yang bernama Maria yang belum disentuh laki-laki, dan mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan suatu berita yang “ajaib” kepadanya, dan juga kepada tunangannya Yusuf, dengan pokok berita sebagai berikut :


• Bahwa kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menauni Maria
• Bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus
• Dan melahirkan seorang Anak laki-laki
• Dan hendaklah Sang Anak itu dinamai Yesus
• Dan Anak ini akan disebut dengan tambahan 5 nama atau gelar lainnya, yaitu Kudus, Anak Allah Yang Mahatinggi, Juruselamat, Kristus, dan Tuhan.


Berbohongkah Gabriel? Mungkinkah dan perlukah?. Ataukah manusia yang justru tanpa sadar terperangkap dalam “pembohongan diri”, karena ingin memaksakan kebenaran pandangannya sendiri?. Tanda-tanda itu memang telah muncul secara riil. Sosok Gabriel yang telah dikaburkan dengan jati-diri yang lain, dan pesannya digeser dengan makna lain :



1. Mengaburkan sosok Roh Kudus menjadi sosok Gabriel (Jibril)


Kita jarang mendengar orang-orang menuduh Roh Allah atau malaikat bohong. Namun kita banyak mengdengar orang-orang yang menafsirkan Roh Kudus itu sebagai makhluk ciptaan, yaitu Gabriel (Jibril) atau bahkan sebagai manusia “nabi terakhir”. Padahal di seluruh Alkitab – dalam kitab yang mana saja – selalu Roh Kudus atau Roh Allah itu adalah RohNya Allah sendiri yang bersifat kekal, dan yang ada sejak semula :


* Kejadian 1:2
Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air

VEHAARETS HAITA TOHU VAVOHU VEKHOSHEKH AL-PENEI TEHOM VERUAKH ELOHIM MERAKHEFET AL-PENEI HAMAYIM


Amat Sederhana untuk melihat bahwa Roh Kudus itu sama sekali tak ada kaitan-identitasnya dengan Gabriel/Jibril atau makhluk ciptaan lainnya. Bandingkan saja bagaimana Gabriel memperkenalkan dirinya dan bagaimana ia memperkenalkan Roh Kudus.

Kepada Zakharia, ia berkata :


* Lukas 1:19
Jawab malaikat itu kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu

TR : kai apokritheis o aggelos eipen autô egô eimi gabriêl o parestêkôs enôpion tou theou kai apestalên lalêsai pros se kai euaggelisasthai soi tauta
Interlinear : kai {AND} apokritheis {ANSWERING} o {THE} aggelos {ANGEL} eipen {SAID} autô {TO HIM,} egô {I} eimi {AM} gabriêl {GABRIEL,} o {WHO} parestêkôs {STAND} enôpion tou {BEFORE} theou {GOD,} kai {AND} apestalên {I WAS SENT} lalêsai {TO SPEAK} pros {TO} se {THEE,} kai {AND} euaggelisasthai {TO ANNOUNCE GLAD TIDINGS} soi {TO THEE} tauta {THESE;}


Sebaliknya, kepada Maria (yang sedang berada dihadapannya) ia berkata : “Roh Kudus akan turun atasmu” :

* Lukas 1:35
Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah

TR : kai apokritheis o aggelos eipen autê pneuma agion epeleusetai epi se kai dunamis upsistou episkiasei soi dio kai to gennômenon agion klêthêsetai uios theou
Interlinear : kai {AND} apokritheis {ANSWERING} o {THE} aggelos {ANGEL} eipen {SAID} autê {TO HER, [THE]} pneuma {SPIRIT} agion {HOLY} epeleusetai {SHALL COME} epi {UPON} se {THEE,} kai {AND} dunamis {POWER OF [THE]} upsistou {HIGHEST} episkiasei {SHALL OVERSHADOW} soi {THEE;} dio {WHEREFORE} kai {ALSO} to {THE}
to gennômenon {BORN} agion {HOLY THING} klêthêsetai {SHALL BE CALLED} uios {SON} theou {OF GOD.}


Jelas sekali dalam ayat tersebut Gabriel tidak berkata : “Aku (jibril), akan turun atasmu”.

Lebih jauh lagi, bilamana manusia yang tidak kenal Roh Allah itu tetap besi-kukuh “MEN-Jibril-kan” Roh Kudus, maka tentulah kandungan Maria itu adalah malaikat Jibril yang akan tinggal disana selama 9 bulan masa kehamilan.
Jikalau demikian, dapatkah makhluk Jibril yang sama (“Roh Kudus”) sekaligus masuk memenuhi Yohanes Pembabtis, dan bapaknya dan ibunya (yaitu Zakharia dan Elizabeth), karena mereka inipun dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum dan semasa Maria mengandung? (Lukas 1:15, 41,67).

Bukankah keberadaan makhluk manapun tidak bisa Maha-Ada, serentak dimana-mana?. Maka Injil dengan amat jelas mengatakan bahwa Roh Kudus akan diberikan Allah kepada setiap kita yang memintanya sebagai anak-anak Allah yang dikasihiNya (Lukas 11:13). Cukup satu Roh Kudus untuk semua orang!.


* 1 Korintus 12:4
Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh

TR : diaireseis de charismatôn eisin to de auto pneuma

Namun, apakah satu Jibril untuk semua?.

Sesungguhnya, tidak ada satupun kitab-suci di dunia yang secara explisit menyamakan Gabriel/Jibril itu dengan Roh Kudus. Tidak ada Gabriel yang memperkenalkan dirinya sebagai Roh Kudus dan tak ada Roh Kudus yang mengklaim diriNya sebagai Gabriel. Malahan takada Gabriel yang memperkenalkan dirinya sendiri sebagai Gabriel selain di Alkitab (Lukas 1:19).

Jadi, darimana “orang-orang pintar” Itu bisa tahu bahwa “dia adalah Roh Kudus”?, sementara untuk meyakini “dia adalah Gabriel sendiri” saja masih bermasalah. Sesungguhnyalah penyamaan kedua sosok yang amat berbeda itu hanyalah penafsiran yang dipaksakan manusia tertentu, yang tidak mengenal dan mengalami lawatan Roh Kudus.

Roh-jahat sangat berkepentingan untuk mengacaukan identitas RohNya Allah, roh-jahat itu tidak mengingini manusia untuk berkenalan dengan Allah yang sejati, sebab disitulah titik lemahnya.


Sekali keilahian Roh Kudus dapat dipatahkan, maka hubunganNya dengan manusia bisa dialihkan menjadi hubungan sesama makhluk saja, yaitu relasi antara manusia dan malaikat (atau setan yang berkedok malaikat). Meninggalkan manusia tetap terasing dari RohNya Allah yang justru mampu menyingkapkan kebenaran Allah dalam batinnya. Kebutaan rohani itulah inti keinginan roh-jahat.


Padahal, Allah secara pribadi sangat mementingkan relasi diriNya dengan makhlukNya. Dia sampai menyebut dirinya “Bapa”, dan memanggil manusia senagai anak-anakNya!. Dia menyebut diriNya Gembala yang menghimpun kawanan ternakNya dengan tanganNya, dan meletakkan anak-anak domba dipangkuanNya. Dia dalam RohNya malahan bersedia datang kepada umatNya dan diam bersama-sama dengan mereka ( Yohanes 14:23, Yesaya 40:11, Lukas 11:13).



2. Pengaburan pesan Gabriel tentang “Anak Allah”


Sekalipun Gabriel berpesan kepada Maria dengan mengatasnamakan Allah, bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, namun pada awalnya, Maria tidak mampu memahami konsep ANAK diluar kerangka biologis. Maka, Maria bertanya : “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
Namun, Gabriel segera mengkoreksi konsep ANAK seperti yang dibenak Maria yang harus bercirikan sentuhan sex/biologis. Gabriel menjelaskan “Roh Kudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau: sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah

Sedemikian jelasnya, sejelas-jelasnya dan sah-nya sebutan “Anak Allah” ini berasal, namun kita masih menyaksikan bahwa istilah ini tetap dipermasalahkan oleh orang-orang yang merasa lebih mengetahui ketimbang Gabriel dan Maria sendiri. Mereka menyimpulkannya sebagai berikut :


a. “Anak Allah” itu dimaknakan dalam pengertian “Allah itu beranak”.


Istilah “Anak Allah” ini disebutkan Gabriel sampai dua kali kepada Maria. Sebutan kedua disusulkan untuk mengkoreksi persepsi yang salah dari Maria, dan ternyata ia akhirnya dapat menerima penjelasan itu, lalu menyerahkan konsepsi (pembuahan) ANAK untuk dikuasai sepenuhnya oleh Allah yang Mahatinggi.

Maka terjadilah mujizat yang terbesar dalam sejarah kemanusiaan yaitu
inkarnasi Allah menjadi anak manusia, yaitu istilah teologis untuk masuknya keilahian dalam ujud dan kehidupan kemanusiaan.

Gabriel dan Maria jelas tidak berkata salah dan menangkap salah tentang istilah “Anak Allah” yang disebut Kudus! pengertian kudus itu sendiri sudah memustahilkan gagasan yang tidak-kudus, yaitu bahwa “Allah beranak dan beristeri” seperti yang sering dituduhkan para pengkritik.

Maria dan Gabriel hanya memahami Sang Anak dari konteks Roh Kudus. Mereka mustahil merupakan nara-sumber bagi “ke-Anak-an” Yesus dalam konteks “Allah beranak karena beristeri”.
Mustahil pula merupakan akal-akalan dari para pengikut Yesus yang justru tidak pernah berurusan dengan Maria dalam kapasitas “trinitas-maria”. Bukankah dengan memasukkan “sang-isteri” (Maria) sebagai ilahi bersama-sama Allah dan Anak. Para pengkritik sesungguhnya telah menciptakan “trinitas-maria”?

Jadi, dalam kesemrawutan tuduhan yang tidak jernih ini, kita justru ingin bertanya balik kepada para penuduh “Allah manakah yang dipercaya telah beranak karena Ia beristeri?” Allah Kristianitas? Allah Yudaisme? Tidak ada Allah dan tak ada penganutNya yang berpaham demikian, kecuali mungkin dongeng yang pernah muncul dalam mitos Mesir!.

Siapa nara-sumber konsep “trinitas-maria” ?
Jadi, siapakah yang meniup konsep “Allah itu beristeri dan beranak?” , suatu konsep “trinitas-maria” yang tidak pernah eksis, tersurat maupun tersirat, dalam Injil manapun!



b. Sang Anak Allah dirancukan dengan anak-Allah


Lebih jauh, kita masih melihat batapa pengkritik mencoba mengaburkan istilah Anak Allah menjadi pengertian insani saja, bukan rohani. Mereka mendalihkan itu sebagai istilah Alkitab karena dikenakan kepada semua orang percaya kepada Allah, dan dinamakan anak-anak Allah. Namun, mereka justru sungguh memperlihatkan ketidak-pahaman akan bahasa Alkitab, lalu tersesat sendiri, karena yang disebut “Anak Allah” itu adalah satu-satunya, yaitu singkatan dari “Anak Tunggal Allah” (Yohanes 1:14, 18; 3:16), atau yang sering disingkat menjadi “Anak” saja :


Yesus adalah ‘Anak Allah yang satu-satunya’ (Monogenes) :


* Yohanes 1:14
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

TR : kai o logos sarx egeneto kai eskênôsen en êmin kai etheasametha tên doxan autou doxan ôs monogenous para patros plêrês charitos kai alêtheias


* Yohanes 1:18
Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya

TR : theon oudeis eôraken pôpote o monogenês uios o ôn eis ton kolpon tou patros ekeinos exêgêsato


* Yohanes 3:16
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

TR : outôs gar êgapêsen o theos ton kosmon ôste ton uion autou ton monogenê edôken ina pas o pisteuôn eis auton mê apolêtai all echê zôên aiônion


Tulisan “Anak Allah” sebagai gelar bagi Yesus Kristus, 'uios theou' selalu dalam bentuk tunggal (dalam terjemahan bahasa-bahasa yang menggunakan huruf latin ditulis dengan awalan huruf kapital) , contohnya :


* Lukas 1:32
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,

TR : outos estai megas kai uios upsistou klêthêsetai kai dôsei autô kurios o theos ton thronon dabid tou patros autouInterlinear : outos {HE} estai {SHALL BE} megas {GREAT,} kai {AND} uios {SON OF upsistou {[THE] HIGHEST} klêthêsetai {SHALL HE BE CALLED;} kai {AND} dôsei {SHALL GIVE} autô {HIM [THE]} kurios {LORD} o theos {GOD} ton {THE} thronon {THRONE} dabid tou {OF DAVID} patros autou {HIS FATHER;}


* Lukas 1:35
Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.

TR : kai apokritheis o aggelos eipen autê pneuma agion epeleusetai epi se kai dunamis upsistou episkiasei soi dio kai to gennômenon agion klêthêsetai uios theou.
Interlinear : kai {AND} apokritheis {ANSWERING} o {THE} aggelos {ANGEL} eipen {SAID} autê {TO HER, [THE]} pneuma {SPIRIT} agion {HOLY} epeleusetai {SHALL COME} epi {UPON} se {THEE,} kai {AND} dunamis {POWER OF [THE]} upsistou {HIGHEST} episkiasei {SHALL OVERSHADOW} soi {THEE;} dio {WHEREFORE} kai {ALSO} to {THE} gennômenon {BORN} agion {HOLY THING} klêthêsetai {SHALL BE CALLED} uios {SON } theou {OF GOD.}


Memang, umat percaya disebut juga anak-anak Allah (dalam bentuk jamak), contohnya :


* Yohanes 1:12
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;"

TR : osoi de elabon auton edôken autois exousian tekna theou genesthai tois pisteuousin eis to onoma autou
Interlinear : osoi de {BUT AS MANY AS} elabon {RECEIVED} auton {HIM} edôken {HE GAVE} autois {TO THEM} exousian {AUTHORITY} tekna {CHILDREN} theou {OF GOD} genesthai {TO BE,} tois {TO THOSE THAT} pisteuousin {BELIEVE} eis to {ON} onoma {NAME} autou {HIS;}



* Roma 8:14 :
Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.
(bentuk jamak)
KJV : For as many as are led by the Spirit of God, they are the sons of God.
TR : osoi gar pneumati theou agontai outoi eisin uioi theou
Interlinear : osoi {AS MANY AS} gar {FOR} pneumati {BY [THE] SPIRIT} theou {OF GOD} agontai {ARE LED,} outoi {THESE} eisin {ARE} uioi {SONS} yeou {OF GOD.}

* Galatia 3:26
Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.

TR : pantes gar uioi theou este dia tês pisteôs en christô iêsou
Interlinear: pantes gar {FOR ALL} uioi {SONS} theou {OF GOD} este {YE ARE} dia tês {THROUGH} pisteôs {FAITH} en christô {CHRIST} iêsou {JESUS.}


Tetapi, perhatikan ‘anak-anak Allah’ yang ditujukan untuk umat percaya, selalu ditulis dengan huruf jamak. Sedangkan yang untuk Yesus Kristus selalu dalam bentuk tunggal.
'uioi theou' adalah bentuk jamak dari 'uios theou'.


Sama halnya dengan istilah “Bapa”, Allah surgawi, yang tentu saja bukan ‘bapa’ dalam pengertian kamus dunia, yang bisa banyak jumlahnya. Anak Allah adalah Yesus seorang! Mereka yang mengkritik, seharusnya tidak menutup-nutupi fakta kenapa Allah, Yesus, Gabriel, Nabi, Murid, musuh-musuh Yesus – manusia maupun iblis – semuanya tanpa kecuali, justu mengakui bahwa Yesus itu Anak Allah!


* Matius 17:5
Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.

TR : eti autou lalountos idou nephelê phôteinê epeskiasen autous kai idou phônê ek tês nephelês legousa outos estin o uios mou o agapêtos en ô eudokêsa autou akouete


* Markus 14:61-62
14:61 Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya: "Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?"

TR : o de esiôpa kai ouden apekrinato palin o archiereus epêrôta auton kai legei autô su ei o christos o uios tou eulogêtou
14:62 Jawab Yesus: "Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit."
TR : o de iêsous eipen egô eimi kai opsesthe ton uion tou anthrôpou kathêmenon ek dexiôn tês dunameôs kai erchomenon meta tôn nephelôn tou ouranou


* Yohanes
1:34 Dan aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah."

TR: kagô eôraka kai memarturêka oti outos estin o uios tou theou


dan lain-lain, banyak sekali. Dibawah ini kutipan satu ayat, teriakan iblis yang terpaksa harus mengakui jati-diri Yesus. Dimanapun, pengakuan pihak musuh yang paling-musuh itulah yang tak bisa ditolak lagi oleh mitra dan sekondannya :


* Markus 3:11
Bilamana roh-roh jahat melihat Dia, mereka jatuh tersungkur di hadapan-Nya dan berteriak: "Engkaulah Anak Allah.

TR : kai ta pneumata ta akatharta otan auton etheôrei prosepipten autô kai ekrazen legonta oti su ei o uios tou theou



c. Anak Allah di-inferior-kan terhadap Adam


Para sinis sangat terobsesi untuk mem-bonsai kebesaran Yesus, untuk memaksa Dia menjadi mutlak anak-manusia dan tidak lebih. Dikatakan mereka bahwa mujizat kelahiran Yesus yang “tanpa ayah” itu bukanlah barang baru, dan tidak ada yang khusus ajaib yang harus menempatkan Yesus sebagai Anak Allah. BUKTINYA, kata mereka lagi, Adan dan Hawa justru tercipta lebih ajaib karena yang satu lahir “tanpa ayah dan ibu”, dan yang lain dari tulang-rusuk Adam saja, namun keduanya-pun tetap anak-manusia saja.

Inkarnasi Allah diisyukan sebagai “lahir tanpa ayah”
Lihatlah, betapa permasalahan inti telah sengaja digeser pada kedangkalan. Suatu rahmat SORGAWI yang terbesar dari “kelahiran” Tuhan ke dalam ujud kehidupan manusia demi menyelamatkannya, telah digeser menjadi unsur INSANI saja. Suatu Injil-Kabar-Baik, kini digeser menjadi “kabar aneh” saja, tanpa signifikasi bagi faedah/kemaslahatan umat, yaitu kabar tentang “lahirnya seorang nabi tanpa ayah”
.

Mujizat yang total bermuatan rohani, dialihkan menjadi mujizat jasmani. Dan sosok Yesus yang surgawi sekaligus diredupkan dibawah Adam sebagai makhluk yang duniawi. Namun, maaf, kami hanya menempatkan makna kelahiran Yesus sebesar sebagaimana yang dimaksudkan Alkitab.

Kami tidak bermaksud MENGKATROL status Yesus menjadi lain daripada apa yang dinyatakan Yesus sendiri! Kami sungguh tidak dapat menjadikan Dia Anak Allah dari yang non-anak-Allah, semata-mata karena bobot keajaibanNya. Alkitablah yang mengungkapkan bahwa Ia dalam hekekat dan kekekalan Allah, ada bersama-sama dengan Allah sejak kapanpun (Yohanes 1:1) : Dan ketika ketika Ia di-inkarnasikan (“lahir”) kebumi, Ia yang adalah Allah itu disebut sebagai Anak Allah


* Lukas 1:35
Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.

TR : kai apokritheis o aggelos eipen autê pneuma agion epeleusetai epi se kai dunamis upsistou episkiasei soi dio kai to gennômenon agion klêthêsetai uios theou


* Yohanes 1:14
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

TR : kai o logos sarx egeneto kai eskênôsen en êmin kai etheasametha tên doxan autou doxan ôs monogenous para patros plêrês charitos kai alêtheias


Berbeda dengan apapun dan siapapun, kelahiran Yesus sungguh bukan kelahiran yang “muatanNya” berasal dari fisik dunia. Ia tidak diciptakan dari debu dan tanah seperti Adam. Juga tidak dari tulang rusuk dunia seperti Hawa. Dia tidak membawa gen-debu, gen-tulang, atau bahkan gen ibu-Nya!

Yesus membeberkan kepada semua, dari mana anda, saya dan Dia berasal : "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini, sebab Aku keluar dan datang dari Allah :


* Yohanes 8:23,42
8:23 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini

TR : kai eipen autois umeis ek tôn katô este egô ek tôn anô eimi umeis ek tou kosmou toutou este egô ouk eimi ek tou kosmou toutou
8:42 Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku
TR : eipen oun autois o iêsous ei o theos patêr umôn ên êgapate an eme egô gar ek tou theou exêlthon kai êkô oude gar ap emautou elêlutha all ekeinos me apesteilen

Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus

Hari Raya Tritunggal Maha Kudus
Pekan VII, Hari Minggu, 18 Mei 2008
Sumber: Katekismus Gereja Katolik (Pasal 2. Bapa:232-260)


"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." [Matius 28:19].


I. "Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus"

Orang Kristen dibaptis atas "nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus" (Mat 28:19). Sebelumnya mereka menjawab pertanyaan tiga ganda, apakah mereka percaya akan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dengan: "Aku percaya". "Inti iman semua orang Kristen adalah Allah Tritunggal" (Sesarius dari Arles, symb.).
Orang Kristen dibaptis atas "nama" (tunggal) dan bukan atas "nama-nama" (jamak) Bapa, Putera, dan Roh Kudus, karena hanya ada satu Allah, Bapa yang mahakuasa dan Putera-Nya yang tunggal dan Roh Kudus: Tritunggal Mahakudus.
Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam "hierarki kebenaran iman". (DCG 43). "Seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah jalan dan upaya, yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan Diri, memperdamaikan diri-Nya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan mereka dengan diri Nya" (DCG 47).

Dalam bagian ini dijelaskan secara singkat, bagaimana misteri Tritunggal Mahakudus diwahyukan (II), bagaimana Gereja merumuskan ajaran iman tentang misteri ini (III) dan bagaimana Bapa melalui perutusan ilahi Putera-Nya dan Roh Kudus melaksanakan "keputusan-Nya yang berbelaskasihan" mengenai penciptaan, penebusan, dan pengudusan (IV).

Bapa-bapa Gereja membedakan "teologi" dan "oikonomi". Dengan istilah pertama mereka menandaskan kehidupan batin Allah Tritunggal; dengan yang kedua semua karya, yang dengannya Allah mewahyukan Diri dan menyampaikan kehidupan-Nya. Melalui "oikonomi" disingkapkan bagi kita "teologi"; tetapi sebaliknya "teologi" menerangi seluruh "oikonomi". Karya Allah mewahyukan kepada kita kodrat batin-Nya, dan sebaliknya misteri kodrat batin-Nya itu membuat kita mengerti karya-Nya dengan lebih baik. Hubungan antar pribadi manusia mirip dengan itu: manusia menyatakan diri dalam perbuatannya, dan semakin baik kita mengenal seseorang, semakin baik lagi kita mengerti perbuatannya.

Tritunggal adalah misteri iman dalam arti sesungguhnya, satu dari "rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam Allah ... yang kalau tidak diwahyukan oleh Allah, tidak dapat diketahui" (Konsili Vatikan 1: DS 3015). Dalam karya penciptaan-Nya dan dalam wahyu-Nya selama Perjanjian Lama, Allah memang meninggalkan jejak-jejak kodrat trinitaris-Nya itu. Tetapi kodrat-Nya yang terdalam sebagai Tritunggal Kudus merupakan satu rahasia, yang tidak dapat diterobos budi kita dan yang sebelum inkarnasi Putera Allah dan perutusan Roh Kudus, juga tidak dapat diterobos iman Israel.

Il. Wahyu Allah sebagai Tritunggal

Bapa Diwahyukan oleh Putera

Dalam banyak agama Allah disapa sebagai "Bapa". Yang ilahi sering dipandang sebagai "Bapa dewa-dewi dan manusia". Di Israel Allah dinamakan "Bapa" sebagai pencipta dunia. Lebih lagi Allah itu Bapa atas dasar perjanjian dan penyerahan hukum kepada Israel, "anak-Nya yang sulung" (Kel 4:22). Ia juga dinamakan Bapa raja Israel. Secara khusus Ia adalah "Bapa kaum miskin", yatim dan janda, yang berada di bawah perlindungan-Nya yang penuh kasih.

Kalau bahasa iman menamakan Allah itu "Bapa", maka ia menunjukkan terutama kepada dua aspek: bahwa Allah adalah awal mula segala sesuatu dan otoritas yang mulia dan sekaligus kebaikan dan kepedulian yang penuh kasih akan semua anak-Nya. Kebaikan Allah sebagai orang-tua ini dapat dinyatakan juga dalam gambar keibuan, yang lebih menekankan imanensi Allah, hubungan mesra antara Allah dan ciptaan-Nya. Dengan demikian bahasa iman menimba dari pengalaman manusia dengan orang-tuanya, yang baginya boleh dikatakan wakil-wakil Allah yang pertama. Tetapi sebagaimana pengalaman menunjukkan, orang-tua manusiawi itu dapat juga membuat kesalahan dan dengan demikian menodai citra kebapaan dan keibuan. Karena itu perlu diperingatkan bahwa Allah melampaui perbedaan jenis kelamin pada manusia. Ia bukan pria, bukan juga wanita; Ia adalah Allah. Ia juga melebihi kebapaan dan keibuan manusiawi, walaupun Ia adalah awal dan ukurannya. Tidak ada seorang bapa seperti Allah.

Yesus mewahyukan bahwa Allah merupakan "Bapa" dalam arti tak terduga: tidak hanya sebagai pencipta, tetapi dari segala abad. Bapa bagi Putera-Nya yang tunggal, yang hanyalah putera dalarn hubungan dengan bapa-Nya: "Tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang-orang yang kepadanya Anak itu memperkenalkan Bapa" (Mat 11:27).
Karena itu, para Rasul mengakui Yesus sebagai Sabda: yang pada mulanya bersama dengan Allah dan adalah Allah, sebagai "gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kol 1:15), sebagai "yang memancarkan keagungan Allah yang gilang-gemilang" dan sebagai "gambar yang nyata dari Diri Allah sendiri" (Ibr 1:3).

Pengakuan para Rasul itu dipelihara oleh tradisi apostolik, dan sebagai akibatnya Gereja dalarn tahun 325 pada konsili ekumene pertama di Nisea mengakui bahwa Putera adalah "sehakikat [homoousios, consubstantialis] dengan Bapa", artinya satu Allah yang Esa bersama dengan-Nya. Konsili ekumene kedua, yang berkumpul di Konstantinopel tahun 381, mempertahankan ungkapan ini dalam rumusannya mengenai iman Nisea dan mengakui "Putera Allah yang tunggal" sebagai yang "dilahirkan dari Bapa sebelum segala abad: Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa" (DS 150).

Bapa dan Putera Diwahyukan oleh Roh Kudus

Sebelum Paska-Nya, Yesus menjanjikan seorang "Penghibur [paraklet] yang lain": Roh Kudus. Ia sudah bekerja waktu penciptaan dan telah "bersabda melalui para nabi" (pengakuan iman Nisea-Konstantinopel). Ia akan ada bersama murid-murid-Nya dan didalam mereka, mengajarkan mereka dan "membimbing mereka supaya mengenal seluruh kebenaran" (Yoh 16:13). Dengan demikian Roh Kudus diwahyukan bersama Yesus dan Bapa sebagai satu Pribadi ilahi yang lain.

Asal Roh yang abadi menyata dalam perutusan-Nya di dalam waktu. Roh Kudus diutus kepada para Rasul dan Gereja oleh Bapa atas nama Putera dan oleh Putera sendiri, setelah Ia kembali kepada Bapa-Nya. Perutusan Pribadi Roh sesudah pemuliaan Yesus menyatakan misteri Tritunggal Mahakudus dalam kepenuhannya.

Iman apostolik akan Roh diakui pada tahun 381 oleh konsili ekumene kedua di Konstantinopel: "Kami percaya ... akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa" (DS 150). Dengan demikian Gereja mengakui Bapa sebagai "sumber dan pangkal seluruh ke-Allah-an" (Sin. VI di Toledo 638: DS 490). Namun asal Roh Kudus yang abadi bukan tidak ada hubungannya dengan asal abadi Putera: "Roh Kudus, yang adalah Pribadi ketiga dalam Tritunggal, adalah Allah yang satu dan sama dengan Allah, Bapa dan Putera ... dalam satu substansi, juga satu kodrat ... Meskipun demikian Ia tidak hanya dinamakan Roh Bapa dan tidak hanya Roh Putera, tetapi sekaligus Roh Bapa dan Putera" (Sin. XI di Toledo 675: DS 527). Kredo Gereja mengakui: Ia "disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera" (DS 150).
Tradisi Latin dari Kredo mengakui, bahwa Roh "berasal dari Bapa dan Putera [filioque]". Konsili Firense 1438 menegaskan: "bahwa Roh Kudus ... memperoleh kodrat-Nya dan ada-Nya yang berdikari sekaligus dari Bapa dan Putera dan sejak keabadian berasal dari keduanya, yang merupakan satu asal, dalam satu hembusan ... Dan karena Bapa sendiri memberikan segala-galanya yang ada pada Bapa kepada Putera tunggal-Nya waktu kelahiran-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, maka kenyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Putera, diperoleh Putera sendiri sejak kekal dari Bapa, oleh-Nya Ia diperanakkan sejak kekal" (DS 1300-1301).


Filioque tidak terdapat dalam pengakuan iman Konstantinopel (381). Tetapi berdasarkan sebuah tradisi Latin dan Aleksandria yang tua, santo Paus Leo I sudah mengakuinya secara dogmatis pada tahun 447, sebelum Roma mengenal simbolum dari tahun 381 dan mengambil alihnya tahun 451 dalam Konsili Kalsedon. Penggunaan rumus ini di dalam Kredo lama-kelamaan diterima dalam liturgi Latin antara abad ke-8 dan ke-11. Tetapi penambahan "filioque" oleh liturgi Latin ke dalam syahadat Nisea-Konstantinopel masih merupakan soal pertentangan untuk Gereja-gereja ortodoks sampai hari ini.

Tradisi timur terutama menyatakan bahwa Bapa adalah sumber pertama bagi Roh. Dengan mengakui Roh sebagai Dia "yang berasal dari Bapa" (Yoh 15:26), tradisi timur mengatakan bahwa Ia berasal dari Bapa melalui Putera. Tradisi barat terutama menekankan persekutuan kodrati antara Bapa dan Putera, dengan mengatakan bahwa Roh berasal dari Bapa dan Putera [filioque]. Ia mengatakan itu "secara legitim dan dengan alasan yang pantas" (Konsili Firenze 1439: DS 1302), karena menurut tata aturan abadi antara Pribadi-pribadi ilahi dalam persekutuan kodrati-Nya, Bapa adalah pangkal pertama bagi Roh, sebagai "pangkal tanpa pangkal" (DS 1331), tetapi juga sebagai Bapa dari Putera yang tunggal bersama-sama dengan Dia "pangkal yang satu" itu, darinya Roh Kudus berasal (Konsili Lyon Ir. 1274: DS 850). Kalau pandangan-pandangan yang sah dan saling melengkapi ini tidak ditegaskan secara berat sebelah, maka identitas iman akan kenyataan satu misteri yang diakui dalam iman, tidak dirugikan.

III. Tritunggal Mahakudus dalam Ajaran Iman

Pembentukan Dogma tentang Trinitas

Kebenaran wahyu mengenai Tritunggal Mahakudus, sejak awal adalah dasar pokok iman Gereja yang hidup, terutama karena Pembaptisan. Ia terungkap dalam syahadat Pembaptisan yang dirumuskan dalam khotbah, katekese, dan doa Gereja. Rumusan-rumusan yang demikian itu sudah ada dalam tulisan-tulisan para Rasul, seperti salam yang diambil alih ke dalam perayaan Ekaristi: "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian" (2 Kor 13:13)
Selama abad-abad pertama Gereja berusaha merumuskan iman Tritunggal dengan lebih rinci, untuk memperdalam pengertian iman dan untuk membelanya melawan ajaran yang menyesatkan. Itulah karya konsili-konsili pertama yang ditopang oleh karya teologis dari para bapa Gereja dan didukung oleh kesadaran iman umat Kristen.

Untuk merumuskan dogma Tritunggal, Gereja harus mengembangkan terminologi yang tepat dengan bantuan istilah-istilah filsafat - "substansi", "pribadi" atau "hupostasis", "hubungan". Dengan demikian ia tidak menaklukkan iman kepada kebijaksanaan manusiawi, tetapi memberi kepada istilah-istilah itu satu arti baru yang belum diketahui sebelumnya, sehingga mereka mampu mengungkapkan misteri yang tak terucapkan itu, yang "jauh melampaui segala sesuatu yang kita mengerti dengan cara manusiawi" (SPF 2).

Gereja mempergunakan gagasan "substansi" (kadang-kadang diterjemahkan juga dengan "hakikat" atau "kodrat") untuk menyatakan kodrat ilahi dalam kesatuannya; gagasan "pribadi" atau "hupostasis" untuk menyatakan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dalam perbedaan-Nya yang real satu dari yang lain; gagasan "hubungan" untuk mengatakan bahwa perbedaannya terletak dalam hubungan timbal balik antara ketiganya


Dogma tentang Tritunggal Mahakudus

Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel 1155: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K. Lateran IV 1215: DS 804).

Ketiga Pribadi ilahi berbeda secara real satu dengan yang lain. Allah yang satu bukanlah "seakan-akan sendirian" (Fides Damasi: DS 71). "Bapa", "Putera", "Roh Kudus", bukanlah hanya nama-nama yang menyatakan cara-cara berada berbeda dari hakikat ilahi, karena mereka secara real berbeda satu dengan yang lain: "Bapa tidak sama dengan Putera, Putera tidak sama dengan Bapa, Roh Kudus tidak sama dengan Bapa dan Putera" (Sin. Toledo XI 675: DS 530). Masing-masing berbeda satu dengan yang lain oleh hubungan asalnya: Adalah "Bapa yang melahirkan, dan Putera yang dilahirkan dan Roh Kudus yang dihembuskan" (K. Lateran IV 1215: DS 804). Kesatuan ilahi bersifat tritunggal.

Ketiga Pribadi ilahi berhubungan satu dengan yang lain. Karena perbedaan real antar Pribadi itu tidak membagi kesatuan ilahi, maka perbedaan itu hanya terdapat dalam hubungan timbal balik: "Dengan nama-nama pribadi, yang menyatakan satu hubungan, maka Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dihubungkan dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya: Walaupun mereka dinamakan tiga Pribadi seturut hubungan mereka, namun mereka adalah satu hakikat atau substansi, demikian iman kita" (Sin.Toledo XI 675: DS 528). Dalam mereka "segala-galanya... satu, sejauh tidak ada perlawanan seturut hubungan" (K. Firenze 1442: DS 1330). "Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada dalam Bapa, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus seluruhnya ada dalam Bapa, seluruhnya ada dalam Putera" (ibid., DS 1331).

Santo Gregorius dari Nasiansa, yang dinamakan juga "sang teolog", menyampaikan rumusan berikut tentang iman Tritunggal kepada para katekumen Konstantinopel:

"Peliharalah terutama warisan yang baik ini, untuknya aku hidup dan berjuang, dengannya Aku mau mati dan yang menyanggupkan aku memikul segala kemalangan dan menolak segala hiburan: ialah pengakuan iman akan Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Aku mempercayakannya hari ini kepada kalian. Di dalam pengakuan itu aku akan mencelupkan kamu pada saat ini ke dalam air dan mengangkat kembali dari dalamnya. Aku memberikan pengakuan itu kepada kalian sebagai pendamping dan pengawal seluruh kehidupan kalian. Aku memberikan kepada kalian ke-Allah-an dan kekuasaan yang satu, yang sebagai satu berada dalam tiga dan mencakup Ketiga itu atas cara yang berbeda-beda. Satu ke-Allahan tanpa ketidaksamaan menurut substansi atau hakikat, tanpa derajat lebih tinggi yang meninggikan atau derajat lebih rendah yang merendahkan ... Itulah kesamaan hakikat yang tidak terbatas dari Ketiga yang tidak terbatas. Allah seluruhnya, tiap-tiapnya dilihat dalam diri sendiri ... Allah sebagai yang tiga dilihat bersama-sama ... Baru saja aku mulai memikirkan kesatuan, muncullah sudah Tritunggal dalam kemegahan-Nya. Baru saja aku mulai memikirkan Tritungggal, langsung saya disilaukan kesatuan" (or. 40, 41).


IV Karya-karya Allah dan Pengutusan-pengutusan Trinitaris


"O Cahaya yang membahagiakan, Tritunggal dan Kesatuan asli" (LH Madah "O lux beata, Trinitas"). Allah adalah kebahagiaan abadi, kehidupan yang tidak dapat mati, cahaya yang tidak pernah pudar. Allah adalah cinta: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Karena kehendak bebas, Allah hendak menyampaikan kemuliaan kehidupan-Nya yang bahagia. Inilah "keputusan belas kasihan", yang telah Ia ambil dalam Putera kekasih-Nya sebelum penciptaan dunia. "Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya" (Ef 1:5), artinya "menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya" (Rm 8:29), berkat "Roh yang menjadikan kamu anak Allah" (Rm 8:15). Rencana ini adalah "kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita sebelum permulaan zaman" (2 Tim 1:9) dan yang langsung berasal dari cinta trinitaris. Rencana itu dilaksanakan dalam karya penciptaan, dalam seluruh sejarah keselamatan setelah manusia berdosa, dalam pengutusan-pengutusan Putera dan Roh Kudus yang dilanjutkan dalam pengutusan Gereja.
Seluruh karya ilahi adalah karya bersama ketiga Pribadi ilahi. Sebagaimana Tritunggal mempunyai kodrat yang satu dan sama, demikian juga Ia hanya memiliki kegiatan yang satu dan sama. "Bapa, Putera, dan Roh Kudus bukanlah tiga pangkal ciptaan, melainkan satu pangkal" (Konsili Firense 1442: DS 1331). Walaupun demikian, `tiap Pribadi ilahi melaksanakan karya bersama itu sesuai dengan kekhususan Pribadi. Seturut Perjanjian Baru Gereja mengakui: "Satu Allah dan Bapa, dari-Nya segala sesuatu, satu Tuhan Yesus Kristus, oleh-Nya segala sesuatu, dan satu Roh Kudus, di dalam-Nya segala sesuatu berada" (Konsili Konstantinopel 11553: DS 421). Terutama pengutusan-pengutusan ilahi, penjelmaan menjadi manusia dan pemberian Roh Kudus menyatakan kekhususan Pribadi-pribadi ilahi itu.
Sebagai karya yang serentak bersama dan pribadi, maka kegiatan ilahi menyatakan, baik kekhususan Pribadi-pribadi maupun kodrat-Nya yang satu. Karena itu, seluruh kehidupan Kristen berada dalam persekutuan dengan tiap Pribadi ilahi, tanpa memisah-misahkan mereka. Siapa yang memuja Bapa, melakukannya melalui Putera dalam Roh Kudus; siapa yang mengikuti Kristus, melakukannya karena Bapa menariknya dan Roh menggerakkannya

Tujuan akhir seluruh kegiatan ilahi ialah penerimaan makhluk ciptaan ke dalam persatuan sempurna dengan Tritunggal yang bahagia. Tetapi sejak sekarang ini kita sudah dipanggil untuk menjadi tempat tinggal Tritunggal Mahakudus. Tuhan mengatakan: "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia" (Yoh 14:23).


"O Allahku, Tritunggal, yang aku sembah, bantulah aku, melupakan diri sehabis-habisnya, supaya tertanam di dalam Engkau, tidak tergoyangkan dan tenteram, seakan-akan jiwaku sudah bermukim dalam keabadian. Semoga tak sesuatu pun dapat mengganggu kedamaianku, membujuk aku keluar dari Dikau, O Engkau yang tidak dapat berubah; semoga setiap saat Engkau membawa aku masuk lebih jauh ke dalam dasar rahasia-Mu. Puaskanlah jiwaku, bentuklah surga-Mu darinya, tempat tinggal-Mu yang terkasih dan tempat ketenangan-Mu. Aku tidak pernah akan membiarkan Engkau seorang diri di sana, tetapi aku akan hadir sepenuhnya, sepenuhnya sadar dalam iman, sepenuhnya penyembahan, sepenuhnya penyerahan kepada karya-Mu yang menciptakan ... " (Elisabeth dari Tritunggal, Doa).


Teks singkat

261 Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Hanya Allah dapat memberitahukan misteri itu kepada kita, dengan mewahyukan Diri sebagai Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

262 Inkarnasi Putera Allah mewahyukan bahwa Allah adalah Bapa abadi dan bahwa Putera sehakikat dengan Bapa, artinya, bahwa Ia, di dalam Dia dan bersama Dia, adalah Allah yang Esa.

263 Pengutusan Roh Kudus, oleh Bapa atas nama Putera dan oleh Putera "dari Bapa " (Yoh 15:26), mewahyukan bahwa Ia bersama mereka adalah Allah yang Esa dan sama. Ia "disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera ".

264 "Roh Kudus berasal dari Bapa sebagai asal pertama dan karena la tanpa jarak waktu memberikan [daya menjadi asal juga kepada Putera, maka Roh berasal dari Bapa bersama Putera" (Agustinus, Trin. 15,26,47).

265 Oleh rahmat Pembaptisan "atas nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus" kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus, sekarang di dunia dalam kegelapan iman dan sesudah kematian dalam cahaya abadi.

266 "Iman Katolik berarti bahwa kita menghormati Allah yang Esa dan Tritunggal dalam keesaan, dengan tidak mencampuradukkan Pribadi-Pribadi dan juga tidak memisahkan substansi-Nya: Karena Pribadi Bapa itu khas, Pribadi Putera itu khas, Pribadi Roh Kudus itu khas; tetapi Bapa, Putera, dan Roh Kudus memiliki ke-Allah-an yang Esa, ke muliaan yang sama, keagungan abadi yang sama " (Simbolum "Quicumque ": DS 75).

267 Tidak terpisahkan dalam keberadaan mereka, Pribadi-pribadi ilahi itu juga tidak terpisahkan dalam apa yang mereka lakukan. Namun di dalam karya ilahi bersama itu, tiap Pribadi Tritunggal menampilkan kekhususan-Nya, terutama dalam pengutusan ilahi, inkarnasi Putera dan pemberian Roh Kudus.



Kamis, 17 April 2008

Doa Sesudah Komuni

oleh: St. Padre Pio.

--------------------------------------

Tinggallah bersamaku, Tuhan, aku amat membutuhkan kehadiran-Mu, agar aku tidak melupakan-Mu. Engkau tahu betapa mudahnya aku meninggalkan-Mu.

Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena aku lemah dan aku membutuhkan kekuatan-Mu, agar aku tidak seringkali jatuh.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena Engkau-lah hidupku dan tanpa-Mu aku tanpa gairah hidup.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena Engkau-lah terangku dan tanpa-Mu aku dalam kegelapan.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, untuk menyatakan kehendak-Mu.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, agar aku mendengar suara-Mu dan mengikuti-Mu.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena aku rindu untuk mencintai-Mu sehabis-habisnya dan selalu berada dalam hadirat-Mu.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, jika Engkau menghendaki aku setia kepada-Mu.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, aku rindu menjadikan jiwaku yang malang ini sebagai tempat penghiburan bagi-Mu, sebuah sarang Cinta.


Tinggallah bersamaku, ya Yesus, karena malam menjelang, siang segera pergi, dan kehidupan akan berakhir; kematian, pengadilan dan kehidupan kekal semakin dekat. Amatlah penting bagiku untuk memperbaharui kekuatanku supaya aku tidak berhenti di tengah jalan dan untuk itu, aku membutuhkan Engkau. Malam menjelang dan kematian semakin dekat, aku takut akan kegelapan, pencobaan-pencobaan, kekeringan, salib serta penderitaan.


Oh, betapa aku membutuhkan-Mu, ya Yesus-ku, dalam malam pengasingan ini!


Tinggallah bersamaku malam ini, ya Yesus, dalam hidup yang sarat dengan mara bahaya, aku membutuhkan Engkau.

Ijinkan aku mengenali-Mu sama seperti para murid mengenali-Mu pada saat pemecahaan roti, agar Ekaristi Kudus menjadi Terang yang menghalau kegelapan, menjadi kekuatan yang menopang daku, menjadi satu-satunya sukacita jiwaku.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena pada saat kematianku, aku rindu untuk tetap bersatu dengan-Mu, jika tidak dengan Komuni, setidak-tidaknya dengan rahmat dan cinta.


Tinggallah bersamaku, Tuhan, karena hanya Engkau sajalah yang aku rindukan, Cinta-Mu, Rahmat-Mu, Kehendak-Mu, Hati-Mu, Roh-Mu, karena aku mencintai-Mu dan aku tidak menghendaki yang lain selain dari mencintai-Mu lebih dan lebih lagi.


Dengan cinta yang teguh, aku hendak mencintai-Mu dengan segenap jiwaku sementara aku di dunia dan kelak mencintai-Mu dengan sempurna dalam keabadian.


Amin.

Jumat, 08 Februari 2008

PERJUMPAAN DI SUMUR YAKUB

Hari Minggu Prapaskah III, 24 Februari 2008
Pendalaman Kitab Suci No.1 Januari-Februari 2008



Beberapa tempat menjadi favorit banyak orang untuk dikunjungi. Zaman dulu salah satunya adalah pasar. Orang mau tidak mau mesti pergi ke pasar karena di situlah dapat diperoleh aneka macam kebutuhan hidup, dari alat-alat rumah tangga sampai sayur-sayuran. Sekarang orang (menyebut diri) modern mungkin malas pergi ke pasar, tapi toh mereka berduyun-duyun mendatangi mal dan supermarket, yang hakikatnya adalah pasar juga. Tempat lain yang pada masa lalu masuk daftar ”wajib kunjung” adalah sumur. Air adalah kebutuhan dasar bagi hidup manusia, juga hewan-hewan ternak. Dulu orang dapat memperoleh air secara cuma-cuma dibeberapa lokasi, misalnya di mata air, sungai, dan tentu saja sumur.

Di pasar orang tidak hanya membeli barang, begitu pula di sumur orang tidak hanya mendapat air. Karena terjadi perjumpaan dengan orang lain, mereka juga menyempatkan diri untuk saling bercerita, bertukar pengalaman dan informasi. Perbincangan mereka itu bisa jadi banyak yang tidak penting. Jangan-jangan tempat itu malah menjadi sumber kabar burung atau gosip yang tidak jelas kebenarannya. Tapi, perjumpaan dengan orang lain kadang membawa makna yang sangat besar, bahkan mungkin bisa mengubah hidup kita. Begitulah pengalaman seorang perempuan Samaria yagn bertemu Yesus di sebuah sumur.

Yohanes 4:5-15, 19b-26-39a,40-42

5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.

6 Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.

7 Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku minum."

8 Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.

9 Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)

10 Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."

11 Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?

12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?"

13 Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,

14 tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."

15 Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air."

19b "Tuan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.

20 Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah."

21 Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.

22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

23 Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.

24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."

25 Jawab perempuan itu kepada-Nya: "Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami."

26 Kata Yesus kepadanya: "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau."

39a Banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu,

40 Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya.

41 Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,

42 dan mereka berkata kepada perempuan itu: "Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia."

Struktur Teks

Bacaan kita pada hari Minggu Prapaskah III ini aslinya lebih panjang, yaitu Yoh. 4:5-42. Kali ini yang akan kita dalami adalah versi singkat yang dianjurkan. Versi singkat ini terutama menghilangkan percakapan antara Yesus dan murid-muridNya (ay. 27-38).

Perikop Yoh. 4:5-14, 19b-26,39a,40-42 dapat kita bagi sebagai berikut:

Ay. 5-7a = Dalam perjalanan dari Yerusalem ke Galilea, Yesus dan murid- muridNya melalui Samaria, wilayah kurang bersahabat dengan orang-orang Yahudi.

Ay. 7b-15 = Percakapan dengan perempuan Samaria tentang air hidup.

Ay. 19b-26 = Percakapan dengan perempuan Samaria tentang ibadat yang benar.

Ay. 39a, 40-42 = Percakapan dengan orang-orang Samaria. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia.

Ulasan Teks

Yesus di Samaria

Penginjil Yohanes sangat pintar menyusun kisah-kisah teologis yang maknanya sangat mendalam, seperti kisah perjumpaan di sumur Yakup ini. Harus diakui bahwa kisah ini mengundang banyak tafsiran. Kami disini menyajikan salah satu – bukan satu-satunya – tafsiran itu.

Pertama-tama penulis mempersiapkan panggung bagi kisahnya ini. Yesus suatu ketika berada di daerah Samaria. Padahal sudah sering kita dengar bahwa orang Yahudi dan orang Samaria tidak rukun satu sama lain. Apa boleh buat, perjalanan yang jauh membuat Yesus letih dan harus beristirahat di situ, di dekat sebuah sumur. Waktu itu kira-kira jam dua belas. Lalu datanglah seorang perempuan Samaria untuk menimba air. Agak aneh, sebab orang biasanya tidak menimba air pada jam-jam begini (panas!). Ditafsirkan bahwa perempuan tersebut memang sengaja tidak ingin bertemu orang lain. Itu karena masyarakat tidak terlalu menyukainya, akibat kehidupan pribadinya yang tidak terlalu positif (lih. Ay. 17-18).

Percakapan tentang air hidup

Para murid yang menyertai Yesus waktu itu sedang ”pergi ke kota membeli makanan” (ay. 8). Maka di sumur itu hanya ada Yesus dan perempuan Samaria tersebut. Percakapan dimulai oleh Yesus yang minta minum kepada si perempuan. Permintaan itu dianggap aneh oleh perempuan itu karena orang Yahudi biasanya tidak mau bergaul dengan orang Samaria. Nah, dari situlah percakapan bergulir dengan penuh kesalahpahaman. Yesus berbicara tentang air dalam arti simbolis, sementara pikiran perempuan itu terus saja tertuju pada air minum! Aneh juga bahwa meskipun konsepnya berbeda, mereka terus saja berbicara dan akhirnya dialog itu nyambung dititik yang sama.

Kepada perempuan itu Yesus menawarkan ”air hidup”, yang kalau diminum seseorang akan membuat orang itu tidak haus lagi untuk selama-lamanya. Air ajaibkah yang Yesus maksud? Ternyata bukan. Yang ditawarkan Yesus sebagai ”air hidup” tidak lain adalah roh yang akan diterima oleh orang-orang yang percaya kepadaNya (lih. 7:37-39). ”Air hidup” juga dapat dimengerti sebagai ajaran-ajaran Yesus, atau juga kebenaran firman-firman yang disampaikan oleh Yesus. Demikianlah, roh dan kebenaran akan tinggal dalam hati seorang yang percaya kepada Yesus, seperti ”mata air yang terus-menerus memancar sampai pada hidup yang kekal”. Itulah ”air hidup” yang ditawarkan Yesus pada perempuan Samaria itu.

SUMUR YAKUB

Sumur Yakub terletak di kaki Gunung Gerizim, tidak jauh dari Kota Sikhem. Mulai abad 4 sampai sekarang, sumur ini selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah. Kedalamannya sekitar 32 meter dan kabarnya sumur Yakub tidak pernah mengalami kekeringan. Air selalu tersedia di situ secara melimpah.

Kalau dalam teks Injil Yohanes ini muncul ama Sikhar, mungkin itu adalah nama lain kota Sikhem. Bisa jadi juga penulis injil atau para penyalin salah menulis ejaan Sikhem. Yang dimaksud Shikar memang Sikhem, sebab di situlah Yakub membeli tanah dan memberikannya kepada Yusuf, anaknya (lih. Yos, 24:32; Kej. 48:22). Meskipun demikian, Perjanjian Lama tidak pernah menyebut-nyebut keberadaan sebuah sumur yang bernama sumur Yakub, juga tidak pernah mengisahkan bahwa Yakub pernah menggali sebuah sumur.

Harun, Martin, Memberitakan Injil Kerajaan: ulasan Injil Hari Minggu Tahun A Masa Khusus, Yogyakarta; Kanisius, 2001, hlm 82

Ibadat yang benar

Pembicaraan terus berlanjut. Perempuan itu terkejut, Yesus ternyata mengetahui kehidupan pribadinya (bahwa ia sudah punya lima suami, ay. 17-18). Lansung saja ia percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi, sebab hanya nabi yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi. Maka, ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan masalah yang rumit kepada sang nabi. Masalah yang diungkapkannya memang sangat sensitif: Manakah ibadat yang benar, apakah ibadat orang Samaria atau orang Yahudi? Apakah di Bait Allah Samaria atau di Bait Allah Yerusalem? Masing-masing pihak menganggap diri benar, menyebut yang lain sesat, padahal mereka menyembah Allah yang sama!

Yesus pertama-tama meminta perempuan itu untuk percaya kepadaNya. Menjawab pertanyaannya, Yesus tidak membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain. Bukankah mengherankan bahwa orang (dari dulu sampai sekarang) masih juga ribut soal tempat unutk menyembah Allah? Allah bisa disembah dimana-mana! Bagi Yesus, yang penting adalah manusia menyembah Bapa ”dalam roh dan kebenaran”. Menurut salah satu tafsir, Yesus dengan itu menolak gagasan bahwa keselamatan dapat dimonopoli oleh sekelompok orang. Dia mengharapkan manusia membiarkan diri mereka dituntun oleh ”daya yang datangnya dari Atas. Yang membebaskan, dan mengantar manusia pada hidup abadi”.

Perempuan itu kemudian mengungkapkan imannya akan Mesias. Pengharapan Mesias bagi orang Samaria sebenarnya agak berbeda dengan orang Yahudi. Orang Samaria tentu tidak mengharapkan kedatangan Mesias keturunan Daud. Mesias dalam banyangan mereka adalah nabi baru semacam Musa. Namun, penginjil Yohanes di sini menyamakan pengharapan itu. Tidak heran ia pun menggambarkan perempuan itu percaya ketika Yesus memperkenalkan diriNya sebagai Mesias.

Orang-orang Samaria percaya

Si perempuan lupa bahwa ia datang kesumur itu untuk mengambil air. Sekarang ia sadar mereka tidak sedang berdiskusi soal air minum. Yang ia dapat- ”air hidup” – jelas jauh lebih berharga daripada itu! Perempuan Samaria itu percaya dan mewartakan imannya itu kepada orang lain. Berkat perempuan itu, banyak orang Samaria datang kepada Yesus dan menjadi percaya. Pengakuan mereka menunjukkan iman yang sangat dalam. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Dengan itu dinyatakan bahwa keselamatan ilahi bukan milik kelompok tertentu saja.

Keselamatan itu milik seluruh dunia.

Amanat

Kebenaran adalah milik agama saya. Keselamatan kekal adalah hak agama saya. Allah yang benar adalah Allah saya. Manusia paling jago membuat klaim-klaim semacam itu. Buntutnya tentu saja adalah anggapan bahwa orang yang beragama lain itu sesat, kafir, dan paling cocok tinggal di neraka.

Ah, sungguh berlebihan kalau kita berani memastikan orang ini masuk neraka dan orang itu akan masuk surga. Memangnya kita ini siapa?

Dengan beragama, seorang manusia diharapkan semakin mengenal Tuhan, memahami kehendakNya, dan melaksanakannya dalam kehidupan nyata. Pendek kata, agama diharapkan menuntun orang untuk hidup dengan baik. Sayang, menurut catatan seorang pengamat, kaum beragama justru memiliki track record yang buruk dalam hal perlakuan kepada orang lain yang berbeda keyakinan. Tuhan adalah kasih. Tapi, manusia malah mengatasnamakan Tuhan untuk mencelakakan orang lain. Ironis, Tuhan di atas sana pasti menangis saking sedihnya!

Hidup beragama kita perlu diperbarui. Itulah kiranya salah satu pesan yang bisa kita petik dari kisah perjumpaan Yesus dan perempuan Samaria di sumur Yakub. Karena sering dijadikan alat ampuh untuk melakukan kekerasan dan ketidakadilan, menjadi jelas bahwa agama-agama harus mendefiniskan ulang dirinya dan melakukan evaluasi-koreksi-intropeksi. Sebab jangan sampai orang beragama bukannya semakin dekat dengan Allah, tapi malah semakin menjauhiNya. Bagaimana evaluasi-koreksi-intropeksi itu dapat terwujud secara konkret, mari kita pikirkan bersama.

PETRUS, DENGARKANLAH YESUS

Hari Minggu Prapaskah II, 17 Februari 2008
Pendalaman Kitab Suci No. 1 Januari-Februari 2008


Petrus baru saja dimarahi Yesus (Mat.16:23). Padahal, Yesus sebelumnya memberinya pujian-pujian karena Petrus mengenali Dia sebagai ”Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16-17). Sikap Yesus terhadap muridNya itu bisa berubah seratus delapan puluh derajat karena Petrus menolak perkataan Yesus bahwa Mesias harus menanggung banyak penderitaan dan dibunuh. Bagi Yesus, itulah jalan menuju kemuliaan, yang meskipun berat, toh akhirnya mengantarkanNya pada kebangkitan. Tapi, Petrus tidak setuju. Mesias, tokoh pembebas bangsa Israel yang kehadirannya sangat dinanti-nantikan itu, menurutnya adalah sosok yang penuh kejayaan. Beda pandangan antara guru dan murid ini sungguh tajam. Petrus menegur Yesus dengan keras dan Yesus tidak mau kalah. Ia memarahi Petrus, bahkan ”menggelarinya” sebagai iblis!

Enam hari berlalu, cukuplah waktunya bagi Petrus untuk merenungkan Mesias macam apakah Yesus itu, termasuk syarat-syarat untuk mengikutiNya, yang ternyata sangat berat (Mat. 16:24-26). Bersama dua murid lain, Petrus kemudian diajak Yesus untuk menyaksikan terjadinya sebuah peristiwa besar (transfigurasi). Celaka, gagasan Petrus ternyata belum banyak berubah.

Lagi-lagi ia salah paham.................

Matius 17:1-9

1 Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja.

2 Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang.

3 Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia.

4 Kata Petrus kepada Yesus: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."

5 Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia."

6 Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan.

7 Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: "Berdirilah, jangan takut!"

8 Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorangpun kecuali Yesus seorang diri.

9 Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorangpun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."

Struktur Teks

Injil-injil sinoptik mengaitkan kisah perubahan rupa Yesus di atas gunung (disebut peristiwa transfigurasi) dengan pengakuan Petrus dan pemberitahuan Yesus bahwa Mesias harus mengalami penderitaan. Matius (Mat. 17:1-11) dan Lukas (Luk. 9:28-36) agaknya bersumber pada Markus (Mrk. 9:2-9). Mereka mengolah bahan dari Markus itu dan masing-masing memberi kekhasan pada kisah ini. Kisah transfigurasi dalam Injil Lukas berfokus pada Yesus yang membicarakan tujuan perjalananNya ke Yerusalem dengan Musa dan Elia. Sementara itu, kisah dalam Injil Matius lebih menyoroti diri murid-murid Yesus, yang diwakili oleh sikap Petrus.

Mat. 17:1-9 dapat kita bagi sebagai berikut :

Ay. 1 = Yesus dan tiga orang muridNya naik ke gunung yang tinggi

Ay, 2-8 = Hal-hal yang luar biasa di alami oleh para murid: Yesus berubah rupa, kehadiran Musa dan Elisa, serta terdengarnya suara Allah Bapa.

Ay. 9 = Yesus dan tiga orang muridNya turun gunung.

Ulasan Teks

Di sebuah gunung yang tinggi

Seperti telah diketahui, Matius sangat menggemari Perjanjian Lama dan melihat Yesus sebagai penggenapan nubuat-nubuat Perjanjian Lama. Maka, Matius yang mengambil kisah transfigurasi dari Injil Markus, kemudian mengolah bahan itu dengan memakai pola kisah-kisah penampakan yang ilahi dalam Perjanjian Lama, dalam hal ini Kel. 24 dan 34. Disini kita dapat menemukan unsur-unsur yang sama, misalnya gunung, enam hari, awan, dan wajah yang bercahaya.

Memulai kisahnya, penginjil memperkenalkan tokoh-tokoh yang tampil dalam perikop ini. Mereka adalah Yesus dan tiga orang muridNya: Petrus, Yohanes, dan Yakobus. Berempat mereka menaiki sebuah gunung yang tinggi ”enam hari kemudian”, yaitu enam hari setelah Petrus mengakui bahwa Yesus adalah ”Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16). Matius tidak lupa menyatakan bahwa di puncak gunung yang tinggi itu ”mereka sendirian saja”, tidak ada orang lain lagi. Maksudnya adalah untuk menegaskan bahwa yang dialami para murid itu betul-betul sebuah penampakan yang ajaib.

Para murid menyaksikan peristiwa-peristiwa ajaib

Peristiwa ajaib pun terjadilah, dimulai dengan Yesus yang mengalami perubahan rupa. Tiba-tiba saja wajah dan jubahNya berkilau-kilauan. Matius ketka menyusun kisah ini tampaknya teringat pada suatu pengharapan apokaliptik bahwa pada hari akhir nanti ”orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala” (Dan. 12:3). Maka, Yesus pun digambarkannya bercahaya seperti matahari sebagai tanda kemuliaanNya. Keajaiban terus berlanjut dengan kehadiran Musa dan Elia. Mengapa dua orang ini yang hadir menjumpai Yesus? Menurut suatu tafsir, Musa dan elia masing-masing mewakili kesaksian Taurat dan para nabi tentang Yesus. Tafsir lain berpendapat bahwa Musa hadir untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah nabi yang dinubuatkannya sebagai nabi yang ”harus kamu dengarkan” (Ul. 18:15,18). Sementara itu, Elia adalah nabi besar pendahulu Yesus. Diyakini bahwa Elia akan kembali ke dunia menjelang hari Tuhan.

Bagi Matius, yang penting dalam peristiwa ini adalah reaksi para murid, teritama Petrus. Ini karena perikop ini dihubungkan dengan pengakuan Petrus (bahwa Yesus adalah Mesias yang menderita). Melihat penampakan yang luar biasa itu, Petrus merasa sangat berbahagia, Sebagai murid Yesus yang baik, Petrus siap melayani tamu-tamu agung itu dengan mendirikan tiga kemah.

GUNUNG YANG TINGGI

Di gunung manakah tepatnya peristiwa transfigurasi itu berlansung? Sayang sekali Matius dan para penginjil lain tidak menyebutkannya dengan jelas.

Dalam tradisi Yahudi, daerah-daerah yang tinggi-seperti gunung- memang merupakan tempat yang paling tepat untuk perjumpaan antara manusia dan yang ilahi.

Demikianlah pengalaman Musa dan Elia yang sama-sama menerima pewahyuan Tuhan di Gunung Sinai.

Menurut tradisi, perubahan rupa Yesus itu terjadi di Gunung Tabor, yang memiliki ketinggian 588 m, Atau, karena pengakuan Petrus terjadi di daerah Kaisarea Filipi, mungkinkah gunung yang dimaksud adalah Gunung Hermon (ketinggian 2.774m), yang terletak di dekat daerah itu?

Leks, Stefan, Tafsir Injil Matius

Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 376

Bagi petrus, benar-benar inilah momen yang ia idam-idamkan, di mana Yesus sebagai Mesias meraih kemuliaan kekal dan didukung oleh tokoh-tokoh besar Perjanjian Lama. Inilah zaman akhir yang dipenuhi kebahagiaan abadi dan Petrus pun bermaksud terus tinggal dalam situasi yang penuh sukacita itu. Benar bukan harapannya bahwa Mesias pasti jaya? Mana ada Mesias yang menderita, apalagi sampai mati dibunuh!

Tapi, keajaiban belum berakhir. Tiba-tiba saja terdengar suara dari surga yang menyatakan bahwa Yesus adalah AnakNya yang terkasih. Terutama bagi Petrus, masih ada pesan yang penting untuk diperhatikan. Bapa memberi perintah padanya, ”Dengarkanlah Dia.” Jadi rupanya Petrus harus mengubah pandangan manusiawinya. Ia diharapkan lebih mendengarkan kehendak Allah sebagaimana disampaikan oleh Yesus dalam ajaran-ajaranNya.

Turun gunung, kembali ke alam nyata

Peristiwa di gunung itu tentulah sangat mengejutkan hati ketiga murid itu. Ketika mendegar suara Allah, mereka bahkan sampai kalang kabut, jatuh tersungkur karena sangat takut! Namun, ketakutan itu segera berlalu. Peristiwa penampakan telah berakhir dan Yesus menenangkan hati para muridNya.

Membingkai perikop ini, Yesus dan para murid dikisahkan turun gunung (dibagian awal mereka diksisahkan naik gunung). Sebuah pesan penting disampaikan Yesus kepada mereka bertiga. Sebelum Anak Manusia mengalami kebangkitan, Petrus dan dua rekannya itu tidak boleh mengisahkan penglihatan di gunung tersebut. Yesus tidak ingin orang-orang salah paham, mengira bahwa Ia adalah Mesias yang akan mempimpin bangsa Israel maju perang (apalagi jika orang-orang itu tahu bahwa Yesus didukung oleh Musa, Elia, dan Allah sendiri!). Setelah Yesus bangkit, bolehlah hal itu diceritakan sehingga orang-orang sadar bahwa Yesus adalah Mesias, tapi tidak seperti yang mereka bayangkan.

Amanat

Melalui ksiah transfigurasi, penginjil Matius menegaskan kepada kita sekalian bahwa Yesus adalah Mesias yang direncanakan oleh Allah, bukan Mesias seperti yang selam ini dibayangkan oleh manusia. Tradisi Israel, yang diwakili oleh sikap Petrus, mengharapkan datangnya Mesias yang jaya, yang tidak mengenal kata gagal, derita, apalagi kematian (dengan cara dibunh pula!). Petrus ingin agar Yesus menjadi Mesias yang seperti itu. Nah, sudah saatnya Petrus dan murid-murid yang lain mendengarkan kehendak Allah, tidak hanya menuruti gagasan diri mereka sendiri saja.

Jalan yang dipilih Allah bukanlah jalan yang instan. Bukan karena mentang-mentang mahakuasa, Allah datang ke dunia, dan dengan satu kata membereskan semuanya. Seperti sulap saja! Kita sendiri pasti menyadari bahwa hidup di dunia ini bukan hal yang sederhana. Setiap hari dan setiap waktu, hidup kita diwarnai dengan derita, kesulitan, dan tantangan.Allah mengerti itu dan ingin menunjukkan solidaritasNya demi mendukung perjuangan kita. Maka, dipilihNya jalan penderitaan.

Pilihan Allah terkesan Absurd, tapi jika direnungkan dalam-dalam sungguh menguntungkan kita. Dulu penderitaan dianggap sebagai aib, menunjukkan bahwa kita ini orang-orang yang dihukum Allah. Celaka benar orang yang hidupnya susah, padahal dia itu sebenarnya hidupnya benar dan tidak melakukan kejahatan apa pun. Nah, kalau Mesias yang diutus Allah ternyata juga mengalami penderitaan, siapa yang berani mengatakan bahwa penderitaan itu aib yang harus disingkiri? Mulai dari sekarang, penderitaan setidaknya akan dipandang dari sudut lain, yang lebih positif.

Petrus diminta untuk mulai mendengarkan Yesus, demikian pula kita. Dilihat-lihat, bisa jadi kita merasa bahwa banyak kesulitan mendera hidup kita. Siapa tahu kita jadi putus asa, terus berkeluh kesah, menyalahkan Tuhan, dan berdoa, ”Tuhan segera buat keajaiban untuk membebaskan aku!” Bagi kita yang demikian, Tuhan sendiri berkata, ”Dengarkanlah Dia.” Kita diminta mendengarkan Yesus, juga melihat teladanNya ketika menghadapi saat-saat yang berat. Ia tidak menolak penderitaan.
Ia menghadapinya dengan tegar.