Rabu, 21 Mei 2008

Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus

Hari Raya Tritunggal Maha Kudus
Pekan VII, Hari Minggu, 18 Mei 2008
Sumber: Katekismus Gereja Katolik (Pasal 2. Bapa:232-260)


"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." [Matius 28:19].


I. "Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus"

Orang Kristen dibaptis atas "nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus" (Mat 28:19). Sebelumnya mereka menjawab pertanyaan tiga ganda, apakah mereka percaya akan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dengan: "Aku percaya". "Inti iman semua orang Kristen adalah Allah Tritunggal" (Sesarius dari Arles, symb.).
Orang Kristen dibaptis atas "nama" (tunggal) dan bukan atas "nama-nama" (jamak) Bapa, Putera, dan Roh Kudus, karena hanya ada satu Allah, Bapa yang mahakuasa dan Putera-Nya yang tunggal dan Roh Kudus: Tritunggal Mahakudus.
Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam "hierarki kebenaran iman". (DCG 43). "Seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah jalan dan upaya, yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan Diri, memperdamaikan diri-Nya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan mereka dengan diri Nya" (DCG 47).

Dalam bagian ini dijelaskan secara singkat, bagaimana misteri Tritunggal Mahakudus diwahyukan (II), bagaimana Gereja merumuskan ajaran iman tentang misteri ini (III) dan bagaimana Bapa melalui perutusan ilahi Putera-Nya dan Roh Kudus melaksanakan "keputusan-Nya yang berbelaskasihan" mengenai penciptaan, penebusan, dan pengudusan (IV).

Bapa-bapa Gereja membedakan "teologi" dan "oikonomi". Dengan istilah pertama mereka menandaskan kehidupan batin Allah Tritunggal; dengan yang kedua semua karya, yang dengannya Allah mewahyukan Diri dan menyampaikan kehidupan-Nya. Melalui "oikonomi" disingkapkan bagi kita "teologi"; tetapi sebaliknya "teologi" menerangi seluruh "oikonomi". Karya Allah mewahyukan kepada kita kodrat batin-Nya, dan sebaliknya misteri kodrat batin-Nya itu membuat kita mengerti karya-Nya dengan lebih baik. Hubungan antar pribadi manusia mirip dengan itu: manusia menyatakan diri dalam perbuatannya, dan semakin baik kita mengenal seseorang, semakin baik lagi kita mengerti perbuatannya.

Tritunggal adalah misteri iman dalam arti sesungguhnya, satu dari "rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam Allah ... yang kalau tidak diwahyukan oleh Allah, tidak dapat diketahui" (Konsili Vatikan 1: DS 3015). Dalam karya penciptaan-Nya dan dalam wahyu-Nya selama Perjanjian Lama, Allah memang meninggalkan jejak-jejak kodrat trinitaris-Nya itu. Tetapi kodrat-Nya yang terdalam sebagai Tritunggal Kudus merupakan satu rahasia, yang tidak dapat diterobos budi kita dan yang sebelum inkarnasi Putera Allah dan perutusan Roh Kudus, juga tidak dapat diterobos iman Israel.

Il. Wahyu Allah sebagai Tritunggal

Bapa Diwahyukan oleh Putera

Dalam banyak agama Allah disapa sebagai "Bapa". Yang ilahi sering dipandang sebagai "Bapa dewa-dewi dan manusia". Di Israel Allah dinamakan "Bapa" sebagai pencipta dunia. Lebih lagi Allah itu Bapa atas dasar perjanjian dan penyerahan hukum kepada Israel, "anak-Nya yang sulung" (Kel 4:22). Ia juga dinamakan Bapa raja Israel. Secara khusus Ia adalah "Bapa kaum miskin", yatim dan janda, yang berada di bawah perlindungan-Nya yang penuh kasih.

Kalau bahasa iman menamakan Allah itu "Bapa", maka ia menunjukkan terutama kepada dua aspek: bahwa Allah adalah awal mula segala sesuatu dan otoritas yang mulia dan sekaligus kebaikan dan kepedulian yang penuh kasih akan semua anak-Nya. Kebaikan Allah sebagai orang-tua ini dapat dinyatakan juga dalam gambar keibuan, yang lebih menekankan imanensi Allah, hubungan mesra antara Allah dan ciptaan-Nya. Dengan demikian bahasa iman menimba dari pengalaman manusia dengan orang-tuanya, yang baginya boleh dikatakan wakil-wakil Allah yang pertama. Tetapi sebagaimana pengalaman menunjukkan, orang-tua manusiawi itu dapat juga membuat kesalahan dan dengan demikian menodai citra kebapaan dan keibuan. Karena itu perlu diperingatkan bahwa Allah melampaui perbedaan jenis kelamin pada manusia. Ia bukan pria, bukan juga wanita; Ia adalah Allah. Ia juga melebihi kebapaan dan keibuan manusiawi, walaupun Ia adalah awal dan ukurannya. Tidak ada seorang bapa seperti Allah.

Yesus mewahyukan bahwa Allah merupakan "Bapa" dalam arti tak terduga: tidak hanya sebagai pencipta, tetapi dari segala abad. Bapa bagi Putera-Nya yang tunggal, yang hanyalah putera dalarn hubungan dengan bapa-Nya: "Tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang-orang yang kepadanya Anak itu memperkenalkan Bapa" (Mat 11:27).
Karena itu, para Rasul mengakui Yesus sebagai Sabda: yang pada mulanya bersama dengan Allah dan adalah Allah, sebagai "gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kol 1:15), sebagai "yang memancarkan keagungan Allah yang gilang-gemilang" dan sebagai "gambar yang nyata dari Diri Allah sendiri" (Ibr 1:3).

Pengakuan para Rasul itu dipelihara oleh tradisi apostolik, dan sebagai akibatnya Gereja dalarn tahun 325 pada konsili ekumene pertama di Nisea mengakui bahwa Putera adalah "sehakikat [homoousios, consubstantialis] dengan Bapa", artinya satu Allah yang Esa bersama dengan-Nya. Konsili ekumene kedua, yang berkumpul di Konstantinopel tahun 381, mempertahankan ungkapan ini dalam rumusannya mengenai iman Nisea dan mengakui "Putera Allah yang tunggal" sebagai yang "dilahirkan dari Bapa sebelum segala abad: Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa" (DS 150).

Bapa dan Putera Diwahyukan oleh Roh Kudus

Sebelum Paska-Nya, Yesus menjanjikan seorang "Penghibur [paraklet] yang lain": Roh Kudus. Ia sudah bekerja waktu penciptaan dan telah "bersabda melalui para nabi" (pengakuan iman Nisea-Konstantinopel). Ia akan ada bersama murid-murid-Nya dan didalam mereka, mengajarkan mereka dan "membimbing mereka supaya mengenal seluruh kebenaran" (Yoh 16:13). Dengan demikian Roh Kudus diwahyukan bersama Yesus dan Bapa sebagai satu Pribadi ilahi yang lain.

Asal Roh yang abadi menyata dalam perutusan-Nya di dalam waktu. Roh Kudus diutus kepada para Rasul dan Gereja oleh Bapa atas nama Putera dan oleh Putera sendiri, setelah Ia kembali kepada Bapa-Nya. Perutusan Pribadi Roh sesudah pemuliaan Yesus menyatakan misteri Tritunggal Mahakudus dalam kepenuhannya.

Iman apostolik akan Roh diakui pada tahun 381 oleh konsili ekumene kedua di Konstantinopel: "Kami percaya ... akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa" (DS 150). Dengan demikian Gereja mengakui Bapa sebagai "sumber dan pangkal seluruh ke-Allah-an" (Sin. VI di Toledo 638: DS 490). Namun asal Roh Kudus yang abadi bukan tidak ada hubungannya dengan asal abadi Putera: "Roh Kudus, yang adalah Pribadi ketiga dalam Tritunggal, adalah Allah yang satu dan sama dengan Allah, Bapa dan Putera ... dalam satu substansi, juga satu kodrat ... Meskipun demikian Ia tidak hanya dinamakan Roh Bapa dan tidak hanya Roh Putera, tetapi sekaligus Roh Bapa dan Putera" (Sin. XI di Toledo 675: DS 527). Kredo Gereja mengakui: Ia "disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera" (DS 150).
Tradisi Latin dari Kredo mengakui, bahwa Roh "berasal dari Bapa dan Putera [filioque]". Konsili Firense 1438 menegaskan: "bahwa Roh Kudus ... memperoleh kodrat-Nya dan ada-Nya yang berdikari sekaligus dari Bapa dan Putera dan sejak keabadian berasal dari keduanya, yang merupakan satu asal, dalam satu hembusan ... Dan karena Bapa sendiri memberikan segala-galanya yang ada pada Bapa kepada Putera tunggal-Nya waktu kelahiran-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, maka kenyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Putera, diperoleh Putera sendiri sejak kekal dari Bapa, oleh-Nya Ia diperanakkan sejak kekal" (DS 1300-1301).


Filioque tidak terdapat dalam pengakuan iman Konstantinopel (381). Tetapi berdasarkan sebuah tradisi Latin dan Aleksandria yang tua, santo Paus Leo I sudah mengakuinya secara dogmatis pada tahun 447, sebelum Roma mengenal simbolum dari tahun 381 dan mengambil alihnya tahun 451 dalam Konsili Kalsedon. Penggunaan rumus ini di dalam Kredo lama-kelamaan diterima dalam liturgi Latin antara abad ke-8 dan ke-11. Tetapi penambahan "filioque" oleh liturgi Latin ke dalam syahadat Nisea-Konstantinopel masih merupakan soal pertentangan untuk Gereja-gereja ortodoks sampai hari ini.

Tradisi timur terutama menyatakan bahwa Bapa adalah sumber pertama bagi Roh. Dengan mengakui Roh sebagai Dia "yang berasal dari Bapa" (Yoh 15:26), tradisi timur mengatakan bahwa Ia berasal dari Bapa melalui Putera. Tradisi barat terutama menekankan persekutuan kodrati antara Bapa dan Putera, dengan mengatakan bahwa Roh berasal dari Bapa dan Putera [filioque]. Ia mengatakan itu "secara legitim dan dengan alasan yang pantas" (Konsili Firenze 1439: DS 1302), karena menurut tata aturan abadi antara Pribadi-pribadi ilahi dalam persekutuan kodrati-Nya, Bapa adalah pangkal pertama bagi Roh, sebagai "pangkal tanpa pangkal" (DS 1331), tetapi juga sebagai Bapa dari Putera yang tunggal bersama-sama dengan Dia "pangkal yang satu" itu, darinya Roh Kudus berasal (Konsili Lyon Ir. 1274: DS 850). Kalau pandangan-pandangan yang sah dan saling melengkapi ini tidak ditegaskan secara berat sebelah, maka identitas iman akan kenyataan satu misteri yang diakui dalam iman, tidak dirugikan.

III. Tritunggal Mahakudus dalam Ajaran Iman

Pembentukan Dogma tentang Trinitas

Kebenaran wahyu mengenai Tritunggal Mahakudus, sejak awal adalah dasar pokok iman Gereja yang hidup, terutama karena Pembaptisan. Ia terungkap dalam syahadat Pembaptisan yang dirumuskan dalam khotbah, katekese, dan doa Gereja. Rumusan-rumusan yang demikian itu sudah ada dalam tulisan-tulisan para Rasul, seperti salam yang diambil alih ke dalam perayaan Ekaristi: "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian" (2 Kor 13:13)
Selama abad-abad pertama Gereja berusaha merumuskan iman Tritunggal dengan lebih rinci, untuk memperdalam pengertian iman dan untuk membelanya melawan ajaran yang menyesatkan. Itulah karya konsili-konsili pertama yang ditopang oleh karya teologis dari para bapa Gereja dan didukung oleh kesadaran iman umat Kristen.

Untuk merumuskan dogma Tritunggal, Gereja harus mengembangkan terminologi yang tepat dengan bantuan istilah-istilah filsafat - "substansi", "pribadi" atau "hupostasis", "hubungan". Dengan demikian ia tidak menaklukkan iman kepada kebijaksanaan manusiawi, tetapi memberi kepada istilah-istilah itu satu arti baru yang belum diketahui sebelumnya, sehingga mereka mampu mengungkapkan misteri yang tak terucapkan itu, yang "jauh melampaui segala sesuatu yang kita mengerti dengan cara manusiawi" (SPF 2).

Gereja mempergunakan gagasan "substansi" (kadang-kadang diterjemahkan juga dengan "hakikat" atau "kodrat") untuk menyatakan kodrat ilahi dalam kesatuannya; gagasan "pribadi" atau "hupostasis" untuk menyatakan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dalam perbedaan-Nya yang real satu dari yang lain; gagasan "hubungan" untuk mengatakan bahwa perbedaannya terletak dalam hubungan timbal balik antara ketiganya


Dogma tentang Tritunggal Mahakudus

Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel 1155: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K. Lateran IV 1215: DS 804).

Ketiga Pribadi ilahi berbeda secara real satu dengan yang lain. Allah yang satu bukanlah "seakan-akan sendirian" (Fides Damasi: DS 71). "Bapa", "Putera", "Roh Kudus", bukanlah hanya nama-nama yang menyatakan cara-cara berada berbeda dari hakikat ilahi, karena mereka secara real berbeda satu dengan yang lain: "Bapa tidak sama dengan Putera, Putera tidak sama dengan Bapa, Roh Kudus tidak sama dengan Bapa dan Putera" (Sin. Toledo XI 675: DS 530). Masing-masing berbeda satu dengan yang lain oleh hubungan asalnya: Adalah "Bapa yang melahirkan, dan Putera yang dilahirkan dan Roh Kudus yang dihembuskan" (K. Lateran IV 1215: DS 804). Kesatuan ilahi bersifat tritunggal.

Ketiga Pribadi ilahi berhubungan satu dengan yang lain. Karena perbedaan real antar Pribadi itu tidak membagi kesatuan ilahi, maka perbedaan itu hanya terdapat dalam hubungan timbal balik: "Dengan nama-nama pribadi, yang menyatakan satu hubungan, maka Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dihubungkan dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya: Walaupun mereka dinamakan tiga Pribadi seturut hubungan mereka, namun mereka adalah satu hakikat atau substansi, demikian iman kita" (Sin.Toledo XI 675: DS 528). Dalam mereka "segala-galanya... satu, sejauh tidak ada perlawanan seturut hubungan" (K. Firenze 1442: DS 1330). "Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya ada dalam Bapa, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus seluruhnya ada dalam Bapa, seluruhnya ada dalam Putera" (ibid., DS 1331).

Santo Gregorius dari Nasiansa, yang dinamakan juga "sang teolog", menyampaikan rumusan berikut tentang iman Tritunggal kepada para katekumen Konstantinopel:

"Peliharalah terutama warisan yang baik ini, untuknya aku hidup dan berjuang, dengannya Aku mau mati dan yang menyanggupkan aku memikul segala kemalangan dan menolak segala hiburan: ialah pengakuan iman akan Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Aku mempercayakannya hari ini kepada kalian. Di dalam pengakuan itu aku akan mencelupkan kamu pada saat ini ke dalam air dan mengangkat kembali dari dalamnya. Aku memberikan pengakuan itu kepada kalian sebagai pendamping dan pengawal seluruh kehidupan kalian. Aku memberikan kepada kalian ke-Allah-an dan kekuasaan yang satu, yang sebagai satu berada dalam tiga dan mencakup Ketiga itu atas cara yang berbeda-beda. Satu ke-Allahan tanpa ketidaksamaan menurut substansi atau hakikat, tanpa derajat lebih tinggi yang meninggikan atau derajat lebih rendah yang merendahkan ... Itulah kesamaan hakikat yang tidak terbatas dari Ketiga yang tidak terbatas. Allah seluruhnya, tiap-tiapnya dilihat dalam diri sendiri ... Allah sebagai yang tiga dilihat bersama-sama ... Baru saja aku mulai memikirkan kesatuan, muncullah sudah Tritunggal dalam kemegahan-Nya. Baru saja aku mulai memikirkan Tritungggal, langsung saya disilaukan kesatuan" (or. 40, 41).


IV Karya-karya Allah dan Pengutusan-pengutusan Trinitaris


"O Cahaya yang membahagiakan, Tritunggal dan Kesatuan asli" (LH Madah "O lux beata, Trinitas"). Allah adalah kebahagiaan abadi, kehidupan yang tidak dapat mati, cahaya yang tidak pernah pudar. Allah adalah cinta: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Karena kehendak bebas, Allah hendak menyampaikan kemuliaan kehidupan-Nya yang bahagia. Inilah "keputusan belas kasihan", yang telah Ia ambil dalam Putera kekasih-Nya sebelum penciptaan dunia. "Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya" (Ef 1:5), artinya "menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya" (Rm 8:29), berkat "Roh yang menjadikan kamu anak Allah" (Rm 8:15). Rencana ini adalah "kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita sebelum permulaan zaman" (2 Tim 1:9) dan yang langsung berasal dari cinta trinitaris. Rencana itu dilaksanakan dalam karya penciptaan, dalam seluruh sejarah keselamatan setelah manusia berdosa, dalam pengutusan-pengutusan Putera dan Roh Kudus yang dilanjutkan dalam pengutusan Gereja.
Seluruh karya ilahi adalah karya bersama ketiga Pribadi ilahi. Sebagaimana Tritunggal mempunyai kodrat yang satu dan sama, demikian juga Ia hanya memiliki kegiatan yang satu dan sama. "Bapa, Putera, dan Roh Kudus bukanlah tiga pangkal ciptaan, melainkan satu pangkal" (Konsili Firense 1442: DS 1331). Walaupun demikian, `tiap Pribadi ilahi melaksanakan karya bersama itu sesuai dengan kekhususan Pribadi. Seturut Perjanjian Baru Gereja mengakui: "Satu Allah dan Bapa, dari-Nya segala sesuatu, satu Tuhan Yesus Kristus, oleh-Nya segala sesuatu, dan satu Roh Kudus, di dalam-Nya segala sesuatu berada" (Konsili Konstantinopel 11553: DS 421). Terutama pengutusan-pengutusan ilahi, penjelmaan menjadi manusia dan pemberian Roh Kudus menyatakan kekhususan Pribadi-pribadi ilahi itu.
Sebagai karya yang serentak bersama dan pribadi, maka kegiatan ilahi menyatakan, baik kekhususan Pribadi-pribadi maupun kodrat-Nya yang satu. Karena itu, seluruh kehidupan Kristen berada dalam persekutuan dengan tiap Pribadi ilahi, tanpa memisah-misahkan mereka. Siapa yang memuja Bapa, melakukannya melalui Putera dalam Roh Kudus; siapa yang mengikuti Kristus, melakukannya karena Bapa menariknya dan Roh menggerakkannya

Tujuan akhir seluruh kegiatan ilahi ialah penerimaan makhluk ciptaan ke dalam persatuan sempurna dengan Tritunggal yang bahagia. Tetapi sejak sekarang ini kita sudah dipanggil untuk menjadi tempat tinggal Tritunggal Mahakudus. Tuhan mengatakan: "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia" (Yoh 14:23).


"O Allahku, Tritunggal, yang aku sembah, bantulah aku, melupakan diri sehabis-habisnya, supaya tertanam di dalam Engkau, tidak tergoyangkan dan tenteram, seakan-akan jiwaku sudah bermukim dalam keabadian. Semoga tak sesuatu pun dapat mengganggu kedamaianku, membujuk aku keluar dari Dikau, O Engkau yang tidak dapat berubah; semoga setiap saat Engkau membawa aku masuk lebih jauh ke dalam dasar rahasia-Mu. Puaskanlah jiwaku, bentuklah surga-Mu darinya, tempat tinggal-Mu yang terkasih dan tempat ketenangan-Mu. Aku tidak pernah akan membiarkan Engkau seorang diri di sana, tetapi aku akan hadir sepenuhnya, sepenuhnya sadar dalam iman, sepenuhnya penyembahan, sepenuhnya penyerahan kepada karya-Mu yang menciptakan ... " (Elisabeth dari Tritunggal, Doa).


Teks singkat

261 Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Hanya Allah dapat memberitahukan misteri itu kepada kita, dengan mewahyukan Diri sebagai Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

262 Inkarnasi Putera Allah mewahyukan bahwa Allah adalah Bapa abadi dan bahwa Putera sehakikat dengan Bapa, artinya, bahwa Ia, di dalam Dia dan bersama Dia, adalah Allah yang Esa.

263 Pengutusan Roh Kudus, oleh Bapa atas nama Putera dan oleh Putera "dari Bapa " (Yoh 15:26), mewahyukan bahwa Ia bersama mereka adalah Allah yang Esa dan sama. Ia "disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera ".

264 "Roh Kudus berasal dari Bapa sebagai asal pertama dan karena la tanpa jarak waktu memberikan [daya menjadi asal juga kepada Putera, maka Roh berasal dari Bapa bersama Putera" (Agustinus, Trin. 15,26,47).

265 Oleh rahmat Pembaptisan "atas nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus" kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus, sekarang di dunia dalam kegelapan iman dan sesudah kematian dalam cahaya abadi.

266 "Iman Katolik berarti bahwa kita menghormati Allah yang Esa dan Tritunggal dalam keesaan, dengan tidak mencampuradukkan Pribadi-Pribadi dan juga tidak memisahkan substansi-Nya: Karena Pribadi Bapa itu khas, Pribadi Putera itu khas, Pribadi Roh Kudus itu khas; tetapi Bapa, Putera, dan Roh Kudus memiliki ke-Allah-an yang Esa, ke muliaan yang sama, keagungan abadi yang sama " (Simbolum "Quicumque ": DS 75).

267 Tidak terpisahkan dalam keberadaan mereka, Pribadi-pribadi ilahi itu juga tidak terpisahkan dalam apa yang mereka lakukan. Namun di dalam karya ilahi bersama itu, tiap Pribadi Tritunggal menampilkan kekhususan-Nya, terutama dalam pengutusan ilahi, inkarnasi Putera dan pemberian Roh Kudus.



Tidak ada komentar: